Hari sumpah pemuda bukanlah hari yang asing kedengarannya
di telinga kita semua sebagai warga negara Indonesia, terlebih kaum muda Indonesia.
Dimana hari ini kita kemudian kembali mengenang jasa para pemuda di waktu silam
yang dengan kegigihannya melawan para penjajah serta mengkumandangkan sumpanya
sebagai salah bentuk kecintaan akan tanah air. “Lupa sejarah maka lupa
identitas” memang benar kalimat seperti ini, Karna sangat disayangkan ketika
kita sebagai kaum muda terlebih bagi seorang mahasiswa tidak turut serta
melanjutkan visi dari pada kaum muda waktu itu yang hidup dalam tekanan para
penjajah. Hari ini kita memperingati kembali peran para pemuda tanah air yang
ke 86 tahun. Untuk memperingati kegigihan para pemuda tanah air waktu itu mahasiswa
Makassar yang berada di berbagai kampus melakukan aksi berupa orasi di setiap
tempat yakni di fly over, di Jl AP
Pettarani Makassar dan di tempat lainnya. Tetapi sayangnya niat baik para
mahasiswa kadang sangatlah kontraversi dengan makna mengenang jasa
pahlawan/para pemuda yang sesungguhnya. Hal ini seperti dipertontonkan oleh
mahasiswa UNM saat melakukan demonstrasi. Aksi yang dilakukan oleh para
mahasiswa ini kemudian berdampak pada pertikaan.
Kericuhan terjadi di Jl AP Pettarani Makassar, Selasa (28/10/2014). Terdengar
tembakan dan teriakan. Mahasiswa melemparkan batu ke polisi dan berlarian ke
kampus. Awalnya, aksi berjalan biasa. Puluhan mahasiswa berorasi tentang Sumpah
Pemuda. Puas berorasi, mereka memblokir jalan di depan kampus Universitas Negeri
Makassar (UNM). Saat itulah, polisi bergerak. Mahasiswa tak mau dibubarkan.
Polisi menembakkan gas air mata. Suasana jadi riuh. Mahasiswa membalas tembakan
dengan lemparan batu. Meski sempat mundur, mahasiswa masih menghujani polisi
dengan batu. Setidaknya hal ini terjadi 2 kali. Pukul 17.00 Wita, mahasiswa
berada di kampus. Sedangkan polisi bersiaga di kantor samping kampus UNM.
Batu-batu berserakan di jalan. Tak jauh dari lokasi bentrokan, beberapa waktu
sebelumnya mahasiswa juga bentrok dengan polisi. Sedangkan di kantor gubernur
Sulsel, mahasiswa bentrok dengan Satpol PP. Bentrokan terjadi selama 15 menit. (Sumber
: DetikNews.
Saya yang
berstatus mahasiswa juga tidak membenarkan tindakan yang dilakukan oleh
rekan-rekan mahasiswa seperti ini. Berbicara tentang mengenang berarati kita
kemudian kembali merefleksi atau merenungkan niat suci dari pada pemuda tanah
air waktu silam serta mempertanyakan kepada diri kita sendiri bahwa sudah
sejauh mana peran kita sebagai agen of change. Di kampus saya kampus UVRI
Makasar fakultas keguruan dan ilmu pendidikan mengenang hari sumpa pemuda
dengan renungan malam. Renungan ini dipimpin oleh Pembantu Dekan I Fakuktas
FKIP. PD I FKIP, Bapa Mustain Tahir mengatakan mewakili birokrat kampus sangat
mengapresiasi kegiatan positif yang dilakukan mahasiswa. “Kegiatan
seperti ini lebih bermanfaat dari pada aksi mengganggu masyarakat umum.
Renungan ini juga sebagai kesadaran diri tentang bagaimana sumpah pemuda
sebagai generasi penerus. Memeringati hari Sumpah Pemuda, mahasiswa UVRI
Makassar kompak pakai baju dan celana hitam. Mahasiswa yang berasal dari lima
jurusan berjalan kaki dari kampus UVRI II Antang menuju Taman Makam Pahlawan.
Mahasiswa berjalan kaki dengan berbaris rapi di pinggir jalan. Sekitar 200
mahasiswa bermasud melaksanan malam renungan di TMP Panaikang. Acara ini dalam
rangka memperingati hari sumpah pemuda ke-86 tahun. “Kita tetap aksi damai.
Kami berjalan kaki dari kampus hingga ke taman akam pahlawan, ini sebagai
bentuk ajakan kepada sekitar pengguna jalan agar bersama-sama memperingati hari
sumpah pemuda di taman makam pahlawan,” ujar Ketua BEM FKIP UVRI Makassar,
Abner Pampang. Bukan berarti kita
juga melakukan hal yang sama seperti para pemuda waktu itu dalam mengusir
penjajah dengan perang batu bersama para polisi. Sebenarnya beda konteks antara
kita sekarang dengan mereka yang dulu. Berdasarkan hemat saya para pemuda jaman
sekarang, ketika melakukan demonstrasi cenderung berujung pada anarkis. Ya.
Kalau menyampaikan tuntutan maka yang wajarlah bukan dengan tindakan yang
berdampak pada pengguna jalan terlbih para tukang becak yang kesehariannya
berada di jalan. Makanya setiap kali aksi yang dilakukan oleh para
mahasiswa saya jarang untuk bergabung. Karena berdasarkan hemat saya bahwa
ketika kita melakukan demonstrasi dengan berorasi di jalan tidak akan
menghasilkan apa apa dan kaluapun ada hasilnya namun saya kira itu tidak secara
total. Kenapa saya katakana demikian? Jawabannya sederhana karena yang menjadi
target tuntutan adalah orang-orang yang jauh dari jalan maka jelas bahwa
tuntutan kita tidak bakalan didengar. Kalaupun ada yang dengar mungkin setelah
selesainya demonstrasi lewat membaca berita di surat kabar atau lewat televisi.
Maka jelas bahwa tidak ada efek positifnya sedikitpun dari kegiatan seperti
ini. Apalagi para elit sekarang rata rata tergolong manusia apatis atau cuek
dengan aksi yang dilakukan oleh mahasiswa karena bagi mereka hal ini merupakan
lagu lama alias sudah basi. Dan saya yakin bahwa para elite sekarang itu dulunya
sama seperti kita sekarang yang turun ke jalan untuk menyampaikan aspirasi
masyarakat. Dan mungkin mereka yang dulu lebih keras dari pada kita yang hidup
di era skarang. Bayangkan saja mereka yang hidup pada masanya Pak Suharto yang
berkuasa selama 32 tahun. Maka para elite tidak bakalan takut dengan orasi kita
yang kedengarannya samar–samar karena mungkin oratornya sedang dalam keadaan
takut. Hehehehe J J.
Kalau menurut saya, kita segera tinggalkan budaya yang
konyol itu. Kalaupun melakukan aksi, ya tidak usalah di jalan yang dapat
mengganggu aktivitas masyarakat. Saya kira ada tempat sebagai penyalur aspirasi
yakni pada para wakil rakyat. Dan alangkah lebih bagusnya dengan cara melakukan
dialog terbuka bersama mereka. Dan setelah selesai dialog, bukan berarti
selesai juga kegiatanya. Nah, agar hal yang kita inginkan bisa dijawab atau
dilaksanakan maka harus butuh yang namanya pengawalan secara intensif atau
mungkin dengan cara yang lain yang tidak berujung pada anarkis atau pertikaian
antara mahasiswa dengan polisi atau mahasiswa dengan masyarakat.
Berbicara tentang demonstrasi maka hemat saya sejauh ini
tentang demonstrasi yang dilakukan oleh para mahasiswa tidak semuanya benar
benar lahir dari hati karena biasanya ada orang pintar tapi tolol lebih memprioritaskan
kepentingan pribadinya. Demonstrasi atau aksi era sekarang sepertnya ini tidak
lagi mengunakan alur atau tahap misalnya sebelum turun ke jalan harus adanya
penelusuran isu atau kajian isu, target masa dan lain sebagainya yang berkaitan
dengan manajemen aksi, sehingga tidak mencedrai mahasiswa sendiri, terlebih
bagi mahasiswa baru atau MABA yang masih buta soal aksi kemudian digiring masuk
dalam barisan para demonstrasi yang sering dijadikan umpan peluru para
seniornya. Makanya jujur bahwa saya tidak terlalu simpati dengan yang namanya
aksi apalagi aksi konyol. Bagi saya mendingan tidur dari pada harus berpanas
panasan di jalan yang berujung pada anarkis dan hasilnya juga tidak tercapai. Dan
lebih tidak enaknya lagi ada mahsiswa yang pulang kelaparan di kos karena
nasinya belum dimasak. Saya sangat mengagumi keberaniannya rekan rekan
mahasiswa yang melakukan demonstrasi tapi sayangnya setelah selesai demonstrasi
semuanya juga selesai tanpa memikirkan lagi tentang tuntutannya apakah di
realisasikan atau tidak. Maka hasilnya sama dengan bohong.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar