Selasa, 28 Oktober 2014

HARI SUMPAH PEMUDA 28 Oktober 2014


Hari sumpah pemuda bukanlah hari yang asing kedengarannya di telinga kita semua sebagai warga negara Indonesia, terlebih kaum muda Indonesia. Dimana hari ini kita kemudian kembali mengenang jasa para pemuda di waktu silam yang dengan kegigihannya melawan para penjajah serta mengkumandangkan sumpanya sebagai salah bentuk kecintaan akan tanah air. “Lupa sejarah maka lupa identitas” memang benar kalimat seperti ini, Karna sangat disayangkan ketika kita sebagai kaum muda terlebih bagi seorang mahasiswa tidak turut serta melanjutkan visi dari pada kaum muda waktu itu yang hidup dalam tekanan para penjajah. Hari ini kita memperingati kembali peran para pemuda tanah air yang ke 86 tahun. Untuk memperingati kegigihan para pemuda tanah air waktu itu mahasiswa Makassar yang berada di berbagai kampus melakukan aksi berupa orasi di setiap tempat yakni di fly over, di Jl AP Pettarani Makassar dan di tempat lainnya. Tetapi sayangnya niat baik para mahasiswa kadang sangatlah kontraversi dengan makna mengenang jasa pahlawan/para pemuda yang sesungguhnya. Hal ini seperti dipertontonkan oleh mahasiswa UNM saat melakukan demonstrasi. Aksi yang dilakukan oleh para mahasiswa ini kemudian berdampak pada pertikaan. Kericuhan terjadi di Jl AP Pettarani Makassar, Selasa (28/10/2014). Terdengar tembakan dan teriakan. Mahasiswa melemparkan batu ke polisi dan berlarian ke kampus. Awalnya, aksi berjalan biasa. Puluhan mahasiswa berorasi tentang Sumpah Pemuda. Puas berorasi, mereka memblokir jalan di depan kampus Universitas Negeri Makassar (UNM). Saat itulah, polisi bergerak. Mahasiswa tak mau dibubarkan. Polisi menembakkan gas air mata. Suasana jadi riuh. Mahasiswa membalas tembakan dengan lemparan batu. Meski sempat mundur, mahasiswa masih menghujani polisi dengan batu. Setidaknya hal ini terjadi 2 kali. Pukul 17.00 Wita, mahasiswa berada di kampus. Sedangkan polisi bersiaga di kantor samping kampus UNM. Batu-batu berserakan di jalan. Tak jauh dari lokasi bentrokan, beberapa waktu sebelumnya mahasiswa juga bentrok dengan polisi. Sedangkan di kantor gubernur Sulsel, mahasiswa bentrok dengan Satpol PP. Bentrokan terjadi selama 15 menit. (Sumber : DetikNews.
Saya yang berstatus mahasiswa juga tidak membenarkan tindakan yang dilakukan oleh rekan-rekan mahasiswa seperti ini. Berbicara tentang mengenang berarati kita kemudian kembali merefleksi atau merenungkan niat suci dari pada pemuda tanah air waktu silam serta mempertanyakan kepada diri kita sendiri bahwa sudah sejauh mana peran kita sebagai agen of change. Di kampus saya kampus UVRI Makasar fakultas keguruan dan ilmu pendidikan mengenang hari sumpa pemuda dengan renungan malam. Renungan ini dipimpin oleh Pembantu Dekan I Fakuktas FKIP. PD I FKIP, Bapa Mustain Tahir mengatakan mewakili birokrat kampus sangat mengapresiasi kegiatan positif yang dilakukan mahasiswa.  “Kegiatan seperti ini lebih bermanfaat dari pada aksi mengganggu masyarakat umum. Renungan ini juga sebagai kesadaran diri tentang bagaimana sumpah pemuda sebagai generasi penerus. Memeringati hari Sumpah Pemuda, mahasiswa UVRI Makassar kompak pakai baju dan celana hitam. Mahasiswa yang berasal dari lima jurusan berjalan kaki dari kampus UVRI II Antang menuju Taman Makam Pahlawan. Mahasiswa berjalan kaki dengan berbaris rapi di pinggir jalan. Sekitar 200 mahasiswa bermasud melaksanan malam renungan di TMP Panaikang. Acara ini dalam rangka memperingati hari sumpah pemuda ke-86 tahun. “Kita tetap aksi damai. Kami berjalan kaki dari kampus hingga ke taman akam pahlawan, ini sebagai bentuk ajakan kepada sekitar pengguna jalan agar bersama-sama memperingati hari sumpah pemuda di taman makam pahlawan,” ujar Ketua BEM FKIP UVRI Makassar, Abner Pampang.  Bukan berarti kita juga melakukan hal yang sama seperti para pemuda waktu itu dalam mengusir penjajah dengan perang batu bersama para polisi. Sebenarnya beda konteks antara kita sekarang dengan mereka yang dulu. Berdasarkan hemat saya para pemuda jaman sekarang, ketika melakukan demonstrasi cenderung berujung pada anarkis. Ya. Kalau menyampaikan tuntutan maka yang wajarlah bukan dengan tindakan yang berdampak pada pengguna jalan terlbih para tukang becak yang kesehariannya berada di jalan. Makanya setiap kali aksi yang dilakukan oleh para mahasiswa saya jarang untuk bergabung. Karena berdasarkan hemat saya bahwa ketika kita melakukan demonstrasi dengan berorasi di jalan tidak akan menghasilkan apa apa dan kaluapun ada hasilnya namun saya kira itu tidak secara total. Kenapa saya katakana demikian? Jawabannya sederhana karena yang menjadi target tuntutan adalah orang-orang yang jauh dari jalan maka jelas bahwa tuntutan kita tidak bakalan didengar. Kalaupun ada yang dengar mungkin setelah selesainya demonstrasi lewat membaca berita di surat kabar atau lewat televisi. Maka jelas bahwa tidak ada efek positifnya sedikitpun dari kegiatan seperti ini. Apalagi para elit sekarang rata rata tergolong manusia apatis atau cuek dengan aksi yang dilakukan oleh mahasiswa karena bagi mereka hal ini merupakan lagu lama alias sudah basi. Dan saya yakin bahwa para elite sekarang itu dulunya sama seperti kita sekarang yang turun ke jalan untuk menyampaikan aspirasi masyarakat. Dan mungkin mereka yang dulu lebih keras dari pada kita yang hidup di era skarang. Bayangkan saja mereka yang hidup pada masanya Pak Suharto yang berkuasa selama 32 tahun. Maka para elite tidak bakalan takut dengan orasi kita yang kedengarannya samar–samar karena mungkin oratornya sedang dalam keadaan takut. Hehehehe J J.
Kalau menurut saya, kita segera tinggalkan budaya yang konyol itu. Kalaupun melakukan aksi, ya tidak usalah di jalan yang dapat mengganggu aktivitas masyarakat. Saya kira ada tempat sebagai penyalur aspirasi yakni pada para wakil rakyat. Dan alangkah lebih bagusnya dengan cara melakukan dialog terbuka bersama mereka. Dan setelah selesai dialog, bukan berarti selesai juga kegiatanya. Nah, agar hal yang kita inginkan bisa dijawab atau dilaksanakan maka harus butuh yang namanya pengawalan secara intensif atau mungkin dengan cara yang lain yang tidak berujung pada anarkis atau pertikaian antara mahasiswa dengan polisi atau mahasiswa dengan masyarakat.
Berbicara tentang demonstrasi maka hemat saya sejauh ini tentang demonstrasi yang dilakukan oleh para mahasiswa tidak semuanya benar benar lahir dari hati karena biasanya ada orang pintar tapi tolol lebih memprioritaskan kepentingan pribadinya. Demonstrasi atau aksi era sekarang sepertnya ini tidak lagi mengunakan alur atau tahap misalnya sebelum turun ke jalan harus adanya penelusuran isu atau kajian isu, target masa dan lain sebagainya yang berkaitan dengan manajemen aksi, sehingga tidak mencedrai mahasiswa sendiri, terlebih bagi mahasiswa baru atau MABA yang masih buta soal aksi kemudian digiring masuk dalam barisan para demonstrasi yang sering dijadikan umpan peluru para seniornya. Makanya jujur bahwa saya tidak terlalu simpati dengan yang namanya aksi apalagi aksi konyol. Bagi saya mendingan tidur dari pada harus berpanas panasan di jalan yang berujung pada anarkis dan hasilnya juga tidak tercapai. Dan lebih tidak enaknya lagi ada mahsiswa yang pulang kelaparan di kos karena nasinya belum dimasak. Saya sangat mengagumi keberaniannya rekan rekan mahasiswa yang melakukan demonstrasi tapi sayangnya setelah selesai demonstrasi semuanya juga selesai tanpa memikirkan lagi tentang tuntutannya apakah di realisasikan atau tidak. Maka hasilnya sama dengan bohong.

Tidak ada komentar: