“Ini hanya tentang rasa yang harus disampaikan meski lewat puisi
kuharap kau bisa memahaminya, tak banyak keinginan hati ini,
aku menyayangimu dalam diamku, aku
merindukanmu
dalam diamku, aku
mencintaimu dalam diamku,
aku milikimu dalam
diamku”
*(Watowuan Tyno)*
Ia
demikian deras mengalir, beriak-riak menyusuri alur dalam ruang-ruang hati,
kadang bergemuruh, arusnya deras meruah, meliuk-liuk mesra, kadang juga
arusnya pontang-panting.
Aku menyuruh langit untuk menyaksikanya, awan
serupa menentramkan dengan penyuguhanya, dihinggapi serabut yang
mempesonakan jiwa, seperti hati ini direngkuh, ia menyadarkan aku yang
sekarang berada dalam kecepuk rindu, ia menyusul menggubah tatanan dan
melahirkan warna-warni keangungan yang lain yang terus mengisi gairah
semangatku.
Beginilah syairku, yang terus menerus menumbuhkan sayap,
laksana aku bertandang untuk menyiasati setiap gerik-gerik aneh yang
menyemburat asing di hati.
Seperti desir angin menyisir
dengan lembut tak terperi, membelai lembut sukmaku dengan semayam yang
memabukan, kadang bergelut dengan ragu dan segumpal perasaan. ‘’Kau kah yang
selama ini ku cari?”.
Beragam anyaman perasaaan yang terus mengikat raguku menjadi
kencang. Semua di sebabkan karena bekalku masih belum cukup. Demikian jika hati dijemput
oleh kesucian yang tertambat, tak pernah bisa lepas, ia terus mengalir
deras, aku sadar segalanya memang benar-benar terukur dan jelas, tapi aku
tak bisa menimbang - nimbang logikaku dan aku pun setengah takut dengan apa
yang menerpaku, merasa ragu dengan penantiannya panjang. Aku merasa aneh dengan
warna-warni perasaan ini. Semua benar-benar berdiri dibawah
pilar keyakinanku, bersemayam di dalam tatanan altar jiwa yang suci. Kuncup itu seperti merekah indah,
memberi semacam aroma yang membuat jiwa-jiwa lesu bangkit untuk sebuah
kesungguhan, kesungguhan untuk memilikinya dalam sebuah harapan.
Pertemuan itu menjadi awal yang indah namun sekali lagi
aku tak berniat tergesa-gesa mendahului waktu. Oleh karena cinta itu
Suci, Allah lebih berhak atas cinta ini untuknya. Aku lebih memilih memantaskan
diri sambil terus belajar. Semua akan menjadi penghias dalam pahatan kata-kata yang senantiasa aku
rasukan dalam tulisan.
Teruntuk
kau bidadari hati, bayangmu menggenang dalam telaga berfikirku. Doaku akan
senantiasa aku kumandangkan ke langit, kepada Sang Pemilik cinta agar
mempertemukan kita nanti di ujung waktu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar