Selasa, 29 Juli 2014

"SAYUR VS GARAM"

(Catatan Usang)
Perubahan memang tidak cukup lewat kata-kata. Namaun dibalik itu tersirat tanda-tanda tunas jagung mulai tumbuh hingga berbunga dan berbuah untuk siap dicicipi.
Perubahan tidak seperti makan Lombok langsung pedis. Maka tidak secara serta merta kita menggambarkan mimpi dalam bingkai aplikasi. Butuh yang namanya proses untuk semua itu. Dalam proses tak perlulah merasa sangsi walau sering kali tertati (Optimisme). Jangan harap ada perubahan jika mindsetnya masi tumpul (Change your mindset ). Pada hakikatnya perubahan lahir dari minsed yang tajam.
“Lewo soron lodo tai sewa olhakelekat ne ra’a tulis basa ki baru hogo bauk ererua ge tubak mula. Era titen hama hala no’o Era rae nolo.  Tubak toi hala kalau nubak mo tula moi hala. (“Mula Kayo Nara Wua Anggur Bisa Hala” – Vinsen Arakian). 
Perlu mempelajari Kondisi sosio-budaya/culture, dinamika dan konvensi yang melekat erat dalam suatu tatanan masyarakat (Lokal genius).
Mungkin agak naïf juga bila KM. Sirimau berlayar tanpa kompas.
Paradigma kelasik menjadi mubasir bila diaduk dalam porsi Paradigma Modern.
Seyogianya Teori dan Peraktek seiring sejalan, seimbang selaras, sinkron sinergis singkatnya ada korelasi antara keduanya (Dua sisi uang logam yang berbeda tapi satu fungsi)
Maka kata-katalah representativ dari mimpi dan tindakan representaiv dari kata-kata.
Jadi idealis vs pragmatis, tidak ada sisi yang salah. Yang salah yaitu kacamata pengamat barangkali keliru.
_CELOTEH ANAK PETANI_NANTIKAN AKU DI KOTA HARAPAN_

Tidak ada komentar: