Mungkin
aku hanyalah sosok yang tak sempurna, hilang tenggelam dalam gemerlap kilau
duniamu. Hanyalah sebatang lilin redup yang kau datangi saat kau gelap, saat
kau terpuruk dan jatuh terkapar dalam dunia yang bergejolak ini.
Kemudian terlupakan saat kau dikelilingi
seribu cahaya putih. Sebuah lilin tak berguna yang sumbunya pelan - pelan kau
bakar dengan cinta memabukkan.
Ini bukan kisah tentang pengkhianatan,
namun tentang segumpal romantika dari sebuah pencarian bagiku.
Saat aku mengucapkan keindahan, apa hal pertama yang kau
pikirkan?
Hanya ada satu hal kecil yang terlintas
dalam benak saat dia bertanya tentang keindahan lilin.
“Kenapa harus lilin?” Seperti biasa, siap
melontarkan pertanyaan-pertanyaan menjengkelkan yang akhirnya hanya akan
membuatku menyerah lebih cepat.
“Pengorbanannya, mungkin?”
Aku mulai benci saat - saat seperti ini - saat
dia dengan santai terus bertanya dan aku hanya bisa menjawabnya dengan suara
pelan penuh keraguan.
Satu dua helaan napas pelan terdengar. “Kau
menganggap pengorbanan adalah sesuatu yang indah?” tanyanya datar.
“Kenapa tidak?”
Baiklah, itu adalah jawaban paling bodoh
yang pernah kulontarkan. Tak ada jawaban. Diam-diam, ada rasa lega yang
membuncah, tak akan ada pertanyaan menyudutkan lagi.
Lalu, dalam satu tarikan napas, suaranya
yang serak terdengar dari ujung telepon. “Buatkan aku kisah tentang lilin.”
Kisah tentang lilin? Tentang lilin dan
pengorbanannya?
Baiklah, bagaimana jika kisah ini kutulis
tentang perasaanku? Tentu saja perasaanku padamu. Tidak, jangan hanya tentang
perasaan. Bagaimana dengan keseluruhan kisah cinta di antara kita? Dari sudut
pandangku, tentu. Kau setuju? Baiklah, mari kita mulai dari mana semua kisah
ini berasal.
Kau ingat saat - saat itu? Detak waktu
ketika api yang kau percikan perlahan mulai membakar sumbuku yang telah kuyup?
Aku selalu ingat detik itu. Kala rasa
hangat datang menimang dalam syahdu. Saat derap kata-kata hangat itu menderu
dan mengalun dengan indah dari suaramu. Aku terang dalam gelap.
Ingat saat kau bertanya mengapa aku mencintaimu?
Aku jelas bukan pria yang pandai bicara, pandai menyenangkan hati orang lain,
apalagi membual soal perasaan. Dan aku hanya menjawabmu dengan setitik senyum
yang tak berarti. Karena alasanku mencintaimu begitu menyakitkan. Semoga saja
melalui kisah ini, kau tahu aku tak pernah menyerah pada keadaan yang bagiku
tak membuatku gentar dan harus menyerah.
Aku mencintaimu karena benda kecil dalam
dirimu yang tertutupkan tulang – tulang yang kita sebut hati itu, selalu
berguncang, menggelepar lalu membuatku terkapar merindukanmu dalam diam. Tak
peduli walau hanya membaca namamu di inbox
sms, di chat facebook, bahkan
benda itu benar-benar bergetar setiap kau sapa aku dalam ucapan selamat pagi. Mengingat
hal itu benar-benar tak pernah bias aku lupakan.
Sungguh, mencintaimu benar-benar merupakan
anugera. Setelah lelah aku mencari pemantik untuk menghangatkan sumbu dalam
hidupku, aku datang mengetuk pintu hatimu menawarkan percikan api,
menggelitikku dengan kesederhanaan. Saat kukira tak ada lagi sesuatu yang
sempurna bisa datang untuk sekadar membuatku menyala, kau bahkan menghangatkanku
dengan kasih sayang.
Aku meleleh. Membiarkan hidupku larut
dalam kasihmu. Bukannya cinta adalah pengorbanan? Maka aku ikhlas membakar
hidupku demi bersamamu. Memberikan sedikit ruang terang dalam kegelapan yang
melanda dunia kita atau hanya aku?
Pernah merasa buncah dan takut berlomba
mendominasi hatimu?
Kau pemantik, dan aku hanya sebatang
lilin. Kau menciptakan nyala, aku menunggu kemurahan hatimu. Cintaku
terus memuai, seiring nyala api yang terus membakar sumbuku. Bahkan, saat kau
tak lagi benar-benar menciptakan api untuk merayu nyalaku, aku berpura-pura.
Membayangkan itu adalah api yang sama saat pertama kali kau membakarku.
Inilah sebuah kisah tentang lilin yang batangnya
telah habis meleleh terbakar perasaan agung beratasnamakan cinta melalui
pengorbanan.
Kau tahu apa yang membuatku bertahan
selama ini?
Apimu, rasa hangat, kasih saying, cinta, semuanya
adalah kumpulan kenangan tak berbentuk, tak berwujud namun nyata. Aku pernah
terbakar untukmu. Aku tak akan pernah menyesal dengan semua hal yang telah kau
bagikan. Bahkan, di saat kegelapan kembali datang dan sumbuku sungguh
telah habis terbakar api asmaramu, dan hanya menyisakan parafin cair yang
perlahan menciptakan kawah panas di dasar gelas, aku tak pernah benar - benar
bisa melupakanmu.
Setengah jam lebih aku berkutat di depan
laptop demi membaca kilasan pemberitahuan itu. Seiring pikiran-pikiran buruk
membayang di sudut ruang sesak, berulang kali harapan-harapan terdalam pecah di
tengah perasaan. Seringnya aku menikam jejak kerinduan yang tersisa, dengan
kejamnya rasa sakit menghempas.
Harapan atau firasat?
Aku tak akan menyerah. Cinta bukan sesuatu
yang pantas untuk diperdebatkan, bahkan oleh perasaan atau pun logika.
Aku terlonjak saat sebuah panggilan masuk
ke handphone
“Kau tak seharusnya menulis kisah tentang
ini”
Tahu seperti apa rasanya benda kecil
bernama hati milikku itu sekarang???
Tidak ada komentar:
Posting Komentar