Selasa, 29 Juli 2014

"TERANG DALAM GELAP"


          Mungkin aku hanyalah sosok yang tak sempurna, hilang tenggelam dalam gemerlap kilau duniamu. Hanyalah sebatang lilin redup yang kau datangi saat kau gelap, saat kau terpuruk dan jatuh terkapar dalam dunia yang bergejolak ini.
Kemudian terlupakan saat kau dikelilingi seribu cahaya putih. Sebuah lilin tak berguna yang sumbunya pelan - pelan kau bakar dengan cinta memabukkan.
Ini bukan kisah tentang pengkhianatan, namun tentang segumpal romantika dari sebuah pencarian bagiku.
Saat aku mengucapkan keindahan, apa hal pertama yang kau pikirkan?
Hanya ada satu hal kecil yang terlintas dalam benak saat dia bertanya tentang keindahan lilin.
“Kenapa harus lilin?” Seperti biasa, siap melontarkan  pertanyaan-pertanyaan menjengkelkan yang akhirnya hanya akan membuatku menyerah lebih cepat.
“Pengorbanannya, mungkin?”
Aku mulai benci saat - saat seperti ini - saat dia dengan santai terus bertanya dan aku hanya bisa menjawabnya dengan suara pelan penuh keraguan.
Satu dua helaan napas pelan terdengar. “Kau menganggap pengorbanan adalah sesuatu yang indah?” tanyanya datar.
“Kenapa tidak?”
Baiklah, itu adalah jawaban paling bodoh yang pernah kulontarkan. Tak ada jawaban. Diam-diam, ada rasa lega yang membuncah, tak akan ada pertanyaan menyudutkan lagi.
Lalu, dalam satu tarikan napas, suaranya yang serak terdengar dari ujung telepon. “Buatkan aku kisah tentang lilin.”
Kisah tentang lilin? Tentang lilin dan pengorbanannya?
Baiklah, bagaimana jika kisah ini kutulis tentang perasaanku? Tentu saja perasaanku padamu. Tidak, jangan hanya tentang perasaan. Bagaimana dengan keseluruhan kisah cinta di antara kita? Dari sudut pandangku, tentu. Kau setuju? Baiklah, mari kita mulai dari mana semua kisah ini berasal.
Kau ingat saat - saat itu? Detak waktu ketika api yang kau percikan perlahan mulai membakar sumbuku yang telah kuyup?
Aku selalu ingat detik itu. Kala rasa hangat datang menimang dalam syahdu. Saat derap kata-kata hangat itu menderu dan mengalun dengan indah dari suaramu. Aku terang dalam gelap.
Ingat saat kau bertanya mengapa aku mencintaimu? Aku jelas bukan pria yang pandai bicara, pandai menyenangkan hati orang lain, apalagi membual soal perasaan. Dan aku hanya menjawabmu dengan setitik senyum yang tak berarti. Karena alasanku mencintaimu begitu menyakitkan. Semoga saja melalui kisah ini, kau tahu aku tak pernah menyerah pada keadaan yang bagiku tak membuatku gentar dan harus menyerah.
Aku mencintaimu karena benda kecil dalam dirimu yang tertutupkan tulang – tulang yang kita sebut hati itu, selalu berguncang, menggelepar lalu membuatku terkapar merindukanmu dalam diam. Tak peduli walau hanya membaca namamu di inbox sms, di chat facebook, bahkan benda itu benar-benar bergetar setiap kau sapa aku dalam ucapan selamat pagi. Mengingat hal itu benar-benar tak pernah bias aku lupakan.
Sungguh, mencintaimu benar-benar merupakan anugera. Setelah lelah aku mencari pemantik untuk menghangatkan sumbu dalam hidupku, aku datang mengetuk pintu hatimu menawarkan percikan api, menggelitikku dengan kesederhanaan. Saat kukira tak ada lagi sesuatu yang sempurna bisa datang untuk sekadar membuatku menyala, kau bahkan menghangatkanku dengan kasih sayang.
Aku meleleh. Membiarkan hidupku larut dalam kasihmu. Bukannya cinta adalah pengorbanan? Maka aku ikhlas membakar hidupku demi bersamamu. Memberikan sedikit ruang terang dalam kegelapan yang melanda dunia kita atau hanya aku?
Pernah merasa buncah dan takut berlomba mendominasi hatimu?
Kau pemantik, dan aku hanya sebatang lilin. Kau menciptakan nyala, aku  menunggu kemurahan hatimu. Cintaku terus memuai, seiring nyala api yang terus membakar sumbuku. Bahkan, saat kau tak lagi benar-benar menciptakan api untuk merayu nyalaku, aku berpura-pura. Membayangkan itu adalah api yang sama saat pertama kali kau membakarku.
Inilah sebuah kisah tentang lilin yang batangnya telah habis meleleh terbakar perasaan agung beratasnamakan cinta melalui pengorbanan.
Kau tahu apa yang membuatku bertahan selama ini?
Apimu, rasa hangat, kasih saying, cinta, semuanya adalah kumpulan kenangan tak berbentuk, tak berwujud namun nyata. Aku pernah terbakar untukmu. Aku tak akan pernah menyesal dengan semua hal yang telah kau bagikan.  Bahkan, di saat kegelapan kembali datang dan sumbuku sungguh telah habis terbakar api asmaramu, dan hanya menyisakan parafin cair yang perlahan menciptakan kawah panas di dasar gelas, aku tak pernah benar - benar bisa melupakanmu.
Setengah jam lebih aku berkutat di depan laptop demi membaca kilasan pemberitahuan itu. Seiring pikiran-pikiran buruk membayang di sudut ruang sesak, berulang kali harapan-harapan terdalam pecah di tengah perasaan. Seringnya aku menikam jejak kerinduan yang tersisa, dengan kejamnya rasa sakit menghempas.
Harapan atau firasat?
Aku tak akan menyerah. Cinta bukan sesuatu yang pantas untuk diperdebatkan, bahkan oleh perasaan atau pun logika.
Aku terlonjak saat sebuah panggilan masuk ke handphone
“Kau tak seharusnya menulis kisah tentang ini”
Tahu seperti apa rasanya benda kecil bernama hati milikku itu sekarang???

Tidak ada komentar: