Selasa, 24 Juni 2014

SEPENGGAL OPINI TENTANG CINTA

“Janganlah mencintai dengan akal, walaupun cinta itu butuh logika. 
Tapi mencintailah dengan perasaan karena perasaan itu berasal dari hati.
 Jika perasaan itu timbul karena akal maka yang ada adalah akal akalan. 
 Maka yang hadir adalah kelukaan. Maka yang tersisa adalah kesedihan”
*(Watowuan Tyno)*


Matematika memiliki rumus, tetapi cinta tidak memiliki rumus, setiap orang mempunyai persepsi masing–msing tentang cinta, maka bertolak dari sebuah pengalaman pribadi, saya mencoba menuangkan segala apa yang saya rasakan lewat goresan pena dan secarik kertas yang tak berharga, terkadang segala sesuatu yang dianggap tak berharga pun akan menjadi sesuatu yang sangat bermakna ketika hakikat dari sebuah makna yeng terkandung didalamnya menyentuh dan menusuk kalbu.
Berbicara persoalan rasa maka kita berbicara persoalan hati, dan berbicara persoalan hati, maka kita berbicara persoalan cinta, sehingga rasa itu sendiri akan identik dengan cinta. Begitu banyak arti atau makna yang ditelorkan oleh kaum yang pernah merasakan cinta itu sendiri, namun terkadang belum cukup buat kita untuk bisa menyimpulkan bahwa hakikat dari cinta yang sesungguhnya. Sebenarnya kita hanya coba untuk mengartikan makna dari cinta melalui pengalaman pribadi, sehingga untuk mencapai arti cinta yang sebenarnya akan sulit merepresentase perspektif dari orang lain tentang cinta.
Lahir dari sebuah pengalaman cinta, maka saya coba untuk mengartikan cinta menurut versi saya secara pribadi, cinta menurut saya itu adalah sebuah “kecocokan jiwa”, didalam kecocokan jiwa itu sendiri terdapat beberapa faktor pendukung tercapainya sebuah kecocokan jiwa, diantaranya adalah; ada rasa saling mengerti dan memahami, saling memberi dan meneriama, saling menghargai, saling melengkapi. Sehingga kapan diantara beberapa faktor pendukung ini tidak terpenuhi maka yakin dan percaya kecocokan jiwa juga tidak akan terpenuhi. Memang sulit untuk menjalani proses menuju kecocokan jiwa, butuh sebuah kematangan dalam berpikir dan bertindak, karena kapan kita sudah menentukan pilihan, maka apapun bentuk konsekuensinya, sekalipun itu bertolak belakang dengan karakter kita, kita sudah harus siap untuk menerima dan menjalankan demi kebahagiaan pasangan kita karena itu merupakan sebuah pengorbanan sebagai bukti keseriusan dalam sebuah hubungan. Pengorbanan akan menjadi sebuah beban yang sangat berat dan sangat sulit untuk dilaksanakan apa bila tidak dilandasi dengan sebuah keikhlasan. Satu hal yang pasti adalah bahwa setiap perjalanan cinta membutuhkan pengorbanan, karna sudah menjadi sebuah harga mati dan tidak ada seorang pun yang bisa menafikan keberadaannya. Namun pengorbanan itu sendiri akan hilang maknanya bahkan akan menjadi sesuatu yang tak berarti  jika kita salah mengartikakan esensi dari pengorbanan. Walaupun pengobanan menjadi harga mati dalam cinta, tetapi tidak semua pengorbanan dijadikan sebagai uji keseriusan.
Ketika kita berbicara persoalan keinginan maka kita akan berbicara juga mengenai rasa, tetapi ketika kita coba berbicara tentang rasa yang dikaitkan dengan keinginan maka cinta itu sendiri akan mengalami pergeseran makna dan terbatas ruang lingkupnya. Jadi sesungguhnya keinginan itu tidak bisa diidentikan dengan cinta. Sehingga kapan keinginan dijadikan sebagai patokan untuk membuktikan ketulusan cinta maka itu bukan merupakan sebuah pilihan yang ideal. Karena cinta hanya bisa dibuktikan dengan tindakan yang rasional maka pernikahan adalah pilihan idealnya.
            Cinta selalu dapat ditemui di dalam ucapan, dan tingka laku orang yang mencintai, karena setiap ekspresinya terdapat kehangatan yang muncul sebagai keindahan, kelemah lembutan serta kehalusan. Hati yang terbakar oleh api cinta cenderung untuk melelehkan setiap hati yang dijumpainya. Cinta dapat menyembuhkan lebih dari apapun didunia.
Tak ada sesuatu seperti sentuhan seorang ibunda ketika anaknya mengalami gangguan jasmani atau sakit. Bila seorang pencinta sakit, tak ada lain yang lebih baik menjadi obat penawarnya selain kehadiran orang yang dikasihi.
Di dalam sebuah hubungan asmara sangatlah mudah untuk mulai mencintai, dan inilah yang dilakukan semua orang. Tetapi sangat sulit untuk memelihara cinta, karena cinta membuka mata pecinta untuk melihat melalui kekasihnya, meskipun ia menutup mata pecinta terhadap semua yang lain. Mula-mula, semakin pecinta mengetahui kekasihnya, semakin banyak ia melihat cacat maupun kebaikannya, yang secara alami pada awal cinta menjatuhkan kekasih dari ketinggian di mana pecinta menempatkan kekasihnya. Hal lain adalah bahwa di samping atribut-atribut yang memikat pecinta  satu sama lain, terdapat kecenderungan pada masing-masing untuk  menghancurkan. Ego selalu memainkan siasat dalam membawa dua  hati bersatu dan kemudian memisahkannya kembali. Karena itu di  dunia ini hampir semua orang berkata, “Aku cinta,” tetapi sangat jarang cinta yang senantiasa meningkat  sejak dimulai. Bagi pecinta sejati, sungguh aneh dan merasa riskan mendengar orang  berkata, “Aku telah mencintinya, tetapi kini aku tak mencintainya lagi”.
Cinta harus secara mutlak bebas dari pementingan diri sendiri,  jika tidak cinta  tidak dapat menciptakan cahaya yang benar. Bila  api tak menyala, ia tak memberi cahaya, hanya asap yang keluar darinya, asap yang menyebalkan. Demikianlah cinta yang  mementingkan diri sendiri, baik cinta kepada manusia maupun kepada  Allah, ia tak berbuah karena meskipun tampak seperti cinta kepada orang lain maupun kepada Allah, ia sesungguhnya adalah cinta  kepada diri sendiri. Gagasan yang masuk ke dalam pikiran seorang  pecinta seperti, “Jika engkau mau mencintaiku, aku akan  mencintaimu, tetapi bila engkau tak mencintaiku, aku pun tak akan  mencintaimu,” atau “Aku mencintaimu sebesar cintamu kepadaku,”  dan semua pernyataan serupa, adalah pernyataan cinta yang palsu.  Peran yang dijalankan seorang pecinta dalam hidup lebih sulit  dari pada peran kekasih. Seyogyanya tirani dari pihak yang dicintai dipandang dengan  toleran serta lapang dada oleh pecinta sebagai sesuatu yang alami di dalam rana percintaan.
Lantas dari mana datangnya cinta antara sepasang insan manusia? Kata cinta akan memberikan kesan yang berbeda bagi orang yang mendengarnya, tergantung bagaimana pengalaman masing-masing orang tentang cinta. Ada yang menangkap datar saja, ada yang tersipu malu, ada yang memerah pipinya bahkan ada yang tersenyum bahagia, atau senyuman getir di bibir malah menghindari kontak mata ketika ditanya mungkin tak ingin diketahui rahasia yang pernah dialaminya tentang cinta. Semakin pahit pengalaman atau cerita yang pernah terjadi maka biasanya pendapat yang dikemukan akan terdengar miring atau berkesan negatif. Tetapi justru bisa juga menimbulkan kearifan karena bisa memetik pelajaran yang berharga dari pahit getirnya cinta. Namun itu semua tergantung kedewasaan seseorang dalam menanggapi pengalaman batinnya tersebut.
Bagaimanapun rasanya cinta pada tiap orang, wajar saja jika tiap orang punya pandangan yang berbeda, sekalipun untuk sebagian orang pandangan tersebut terkesan egois, miring atau terlalu berlebihan sehingga tidak masuk akal. Bahkan seringkali kita sulit untuk menjabarkan secara tepat bagaimana rasanya cinta tersebut. Mungkin jika kita diminta untuk mengemukakan pendapat tentang sesuatu hal maka dengan lancar kita akan dengan mudah menjabarkan secara rinci dan tepat tetapi tentang cinta sepertinya sulit juga untuk memberikan uraian lengkap secara tepat. Berbicara tentang cinta tak akan pernah habis-habisnya, terlebih bagi yang sedang mabuk cinta, banyak anekdot dan cerita lucu tentang cinta, ada yang mengatakan jika cinta datang maka orang yang begitu diam bisa mendadak menjadi pintar bicara atau bisa menuliskan berlembar-lembar puisi tentang cinta. Cinta yang datang akan disertai berbagai reaksi, bagi sebagian orang akan lebih memperhatikan penampilannya, ia bisa saja kelihatan semakin cantik dan keren karena hatinya terus bernyanyi sehingga keceriaan tersebut terpancar dimata dan wajahnya. Ada pula yang dengan suka rela kehilangan miliknya karena ingin berkorban agar mendapatkan sebuah cinta. Begitu dasyatnyakah cinta sehingga bisa merubah orang menjadi berbeda.
“Ketika cinta memanggilmu maka dekatilah dia walau jalannya terjal berliku, jika cinta memelukmu maka dekaplah dia walau pedang di sela-sela sayapnya melukaimu”. Khalil Gibran begitu manisnya mengambarkan tentang cinta dan reaksi apa yang harus kita lakukan. Ia punya nasehat yang bagus untuk orang-orang yang sedang jatuh cinta. Bahwa cinta tidak saja berhubungan dengan perasaan yang menyenangkan, kegembiraan atau serasa dunia penuh bunga tetapi cinta juga tidak jauh dari rasa sakit, terluka atau kecewa. Ibarat sebuah mata pisau cinta bisa saja menyuguhkan cerita yang romantis tetapi sebaliknya ia tidak segan-segan membuat luka yang mengangga di hati. Jadi Khalil Gibran mencoba untuk membuka mata kita yang sedang jatuh cinta untuk tidak larut dengan kesenangan semata tetapi menyadari juga bahwa kita pun harus siap-siap untuk terluka.
            Lalu bagaimana cinta bisa datang dan bisa pergi? Ada pantun usang yang mengatakan bahwa cinta itu datang dari mata lalu turun ke hati. Memang segala sesuatunya di mulai dari mata, karena mata merupakan jendela dunia, sebagai salah satu mediator untuk melakukan kontak dengan dunia luar.
Namun secara psikologis kita bisa membahas proses yang terjadi ketika cinta datang bahkan mengapa ia bisa berlalu. Ada proses yang cukup panjang ketika cinta akan datang, walau kalau dilihat dari segi waktu buat sebagian orang terasa singkat, tetapi tetap saja ada proses yang terjadi didalamnya yang tidak disadari orang yang sedang jatuh cinta.
Sebelum cinta datang biasanya hal yang pertama kita rasakan adalah bahwa ada subyek yang membuat kita tertarik dalam hal ini seseorang dari lawan jenis kita. Ketertarikan terhadap orang lain (Atraktif) dan pada tahap ini adalah sebuah awal kita melihat sesuatu yang berbeda dengan orang tersebut, biasanya proses ini kita mulai melakukan pencarian tentangnya sehingga kita akan mulai menilai perasaan sendiri apakah kita tertarik hanya sebatas simpatik, karena ia pintar, ganteng atau asyik untuk diajak ngobrol. Semakin kita mulai mengenal lebih dalam orang tersebut dan kita pun mulai memutuskan untuk melanjutkan hubungan ke arah yang lebih jauh maka minat (Interest) kita akan semakin besar untuk mengenal orang tersebut lebih jauh dan mendalam.
Kita ingin lebih dekat dengannya, ingin mengenal lebih jauh sifatnya, pribadinya bahkan mungkin minatnya atau pemikiran-pemikirannya. Rasa ingin tahu ini (Curiousity) akan berlanjut dengan pencarian banyak hal tentangnya. Dan dalam pencarian ini biasanya kita akan mulai mengukur berdasarkan standar yang ada pada kita, sosok ideal yang kita punya, dan mulai mempertimbangkan apakah ia bisa menjadi seseorang yang berarti untuk kita atau cukup pantas diberikan porsi tertentu dalam relung hati atau hanya sebatas deretan orang yang pernah kita kenal tetapi untuk menggali lebih dalam kita sudah ogah karena mulai melihat ia tidak cocok dengan standar ataupun sosok yang ideal. Namun jika kita memutuskan ingin lebih dekat dengannya maka mulailah muncul perasaan yang berbeda, kita ingin lebih mengetahui pribadinya, mulai muncul perasaan peduli (Care) akan hal-hal yang terjadi padanya, bahagia akan keberhasilan-keberhasilannya, bangga akan kelebihannya dan punya toleransi terhadap kekurangannya, ingin selalu di dekatnya dan tidak ingin tertinggal akan setiap peristiwa yang dialaminya dan yang paling penting kita ingin menjadi bagian dari dirinya, kehidupannya serta dunianya. Jika hal ini terus berlanjut maka puisi Khalil Gibran pun mulai dilatunkan, lagu yang syahdu pun mulai berkumandang karena cinta telah datang.
            Semakin dewasa seseorang akan semakin hati-hati dalam memutuskan dan kadang kala pula cinta jatuh tidak selamanya ditempat yang empuk seringkali juga ia jatuh ditempat yang salah, di waktu yang tidak tepat bahkan mungkin di situasi yang tidak memadai. Cinta bisa jatuh dimana saja bisa juga diatas tumpukan paku yang tajam, kerena ketika cinta datang ia tidak bisa memilih dan ditahan. Sama halnya dengan cinta yang datang, cinta yang pergi pun tidak terlepas dari sebuah proses. Cinta tidak begitu saja pergi/berlalu, tetapi banyak faktor yang menyebabkan ia memudar. Jika rasa ketertarikan telah hilang, kepedulian mulai luntur maka cinta pun akan padam. Hal ini juga berhubungan erat dengan sikap. Mungkin yang tadinya kita mengebu-gebu, antusias ketika berjumpa dengan si dia, tetapi ketika cinta mulai luntur sikap kita pun berubah sama sekali. Cinta bisa luruh juga sama halnya dengan cinta yang datang. Yang jelas ia berubah seiring dengan sikap kita yang juga mulai berbeda dengan sebelumnya. Ibarat sebuah tanaman ia akan tumbuh subur, menghasilkan buah atau bunga jika ia terus dipupuk, disirami, dipelihara dan terlindungi dari segala cuaca, hama dan gangguan lainnya, begitu juga halnya cinta. Cinta yang telah tumbuh tidak mengandalkan hanya sebelah pihak jika ingin tetap subur dan berakar di dalam hati, tetapi masing-masing pasangan punya andil didalamnya. Harus saling memberi, menerima, peduli, berkomunikasi, menanamkan kepercayaan dan mau belajar bersama-sama untuk bertumbuh dan berkembang. Dengan demikian cinta akan terus bisa dipelihara bahkan mampu bertahan di segala musim sekalipun badai menerpa.
            Di mana-mana para remaja sedang jatuh cinta. Senja menjadi waktu istimewa bagi mereka. Waktu untuk bertemu, saling memandang, duduk berdampingan dan bercerita tentang cinta sembari merajut asa dengan sang pujaan hatinya. Saat itu yang ada dalam hati dan pikiran mereka adalah pesona sang pujaan yang dicintai. Tak terlintas sedikit pun bahwa senja yang indah yang mereka lalui itu akan menjadi saksi sejarah bagi mereka kelak. Ya, kelak ketika masa muda mereka harus dipertanggungjawabkan di hadapan Sang Pencipta Cinta. Dan jatuh cinta mereka pun harus dipertanggung jawabkan kepada-Nya di hadapan pengadilan Dzat Yang Maha Adil, yang tidak ada sedikit pun kezaliman dan ketidakadilan di sana.